JALAN PILIHAN

Prof. Dr. Achmad Mubarok, M.A.
(Guru Besar Psikologi lslam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Ungkapan yang berbunyi Seribu jalan Menuju Ke Roma mengandung arti bahwa sesungguhnya jalan menuju sukses itu tidak hanya satu, tetapi banyak, bergantung pada perhitungan dan metode yang dipilih. Ungkapan semakna sudah termaktub dalam Al-Quran, bahwa jalan menuju keselamatan tidak hanya satu, tetapi banyak; subul as salam, bukan sabil as salam. Banyaknya pilihan jalan itu sesuai dengan karakteristik manusia yang memiliki keunikan. Manusia sebagai makhluk yang unik maknanya ialah bahwa tiap orang adalah dirinya, berbeda dengan yang lain, berbeda potensi, berbeda kapasitas, berbeda kecenderungan, yang seterusnya pada tingkat terapan menjadi berbeda cara memandang dan berbeda pilihan keputusan. Jika manusia dalam berkarya terbatas kemampuannya untuk membuat keragaman, maka keragaman manusia justru tidak terbatas karena manusia adalah ciptaan Tuhan yang pengetahuan dan kekuasaan-Nya tak terbatas.


Kebebasan Memilih Jalan
Dalam bahasa Arab, memilih disebut dengan kata khiyar, berhubungan dengan kata ikhtiyar (usaha), khoir (kebajikan), dan al mukhtar (orang pilihan). Dalam perspektif ini terkandung arti bahwa manusia diberi kebebasan untuk memilih, tetapi hendaknya pilihan itu merupakan bagian dari usahanya (ikhtiyar) menggapai kebaikan (khoir), oleh karena itu jika seseorang di sebut sebagai orang pilihan (al mukhtar) maka konotasinya adalah orang-orang terbaik. S etiap manusia pasti ingin memiliki anak cucu atau keturunan yang berkualitas, dan biasanya anak berkualitas lahir dari orang tua yang berkualitas juga. Nabi menganjurkan agar keinginan itu dicapai melalui pengambilan keputusan memilih pasangan yang berkualitas; takhoyyaru linuthofikum fa inna al 'iroqo dassas, pilihlah "bibit" yang baik untuk anak-cucumu, karena (kualitas) genetika itu menurun.

lnstrumen untuk Memilih
Manusia adalah jejak (tajalli) dari kebesaran Tuhan Sang Pencipta, oleh karena itu ketika manusia diberi otoritas untuk memilih jalan, Tuhan juga member perangkat psikologis yang bias bekerja memberikan dasar-dasar pilihan agar pilihan yang ditentukan terukur pertanggungjawabannya sesuai dengan martabat manusia sebagai khalifatullah. Tuhan memang benar-benar memberikan kebebasan kepada manusia, bahkan bebas untuk beriman atau untuk kafir; faman syaa falyu’min faman syaa falyakfur, tetapi instrumen psikologis yang diberikan Tuhan kepada manusia memberi bobot bahwa sebuah pilihan berimplikasi kepada reward yang bisa dinikmati atau punishment yang harus ditanggung sendiri. Instrumen psikologis itulah yang disebut jiwa yang bekerja dengan sistem, disebut system nafsani dengan subsistem akal, hati, hati nurani, syahwat. dan hawa nafsu.

Akal adalah problem solving capacity, bisa menemukan kebenaran tetapi tidak menentukannya, kerjanya berpikir (horizontal) dan tafakkur (vertikal).
Hati adalah alat untuk memahami realita. Hal-hal yang tidak masuk akal bisa dipahami oleh hati. Hati mempunyai muatan yang sangat banyak, seperti cinta, benci, keberanian, ketakutan, marah, kebaikan, kemunafikan dan sebagainya. Hati terkadang longgar terkadang sempit, terkadang terang terkadang gelap. Terkadang tenang terkadang gelisah. Karakter hati tidak konsisten.
Hati Nurani merupakan God Spot, dari kata nur (cahaya) adalah cahaya ketuhanan yang ditempatkan di dalam hati (nurun yaqdzifuhulloh fi al qalb). Oleh karena itu hati nurani tidak bisa diajak kompromi dengan kebohongan, hati nurani jujur dan konsisten. Hanya saja cahaya tidak selamanya memancar. Ketika lampu pijar ditutup dengan kain tebal maka cahaya tidak keluar. Demikian juga nurani terkadang redup terkadang mati. Nurani redup tertutup oleh keserakahan, dan nurani mati tertutup oleh perbuatan maksiat. Orang yang nuraninya mati seperti orang yang berjalan di kegelapan (dzulumat). Ia tidak bisa membedakan mana yang putih dan mana yang hitam. Ia sering keliru menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, melakukan sesuatu yang tidak semestinya. Orang yang nuraninya mati disebut zalim.
Syahwat adalah dorongan kepada apa-apa yang diingini, misalnya dorongan kepada lawan jenis, ingin kaya, suka perhiasan bagus, kebun, ternak, kendaraan, pangkat tinggi dan sebagainya. Syahwat bersifat netral dan manusiawi.
Hawa nafsu adalah dorongan kepada syahwat yang sifatnya rendah. Wataknya ingin segera menikmati tanpa memedulikan akibat, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
• Dalam sistem kejiwaan, hati memimpin kerja jiwa. Oleh karena itu hanya perbuatan yang disadari oleh hati yang berimplikasi kepada dosa dan pahala, berimplikasi kepada nilai salah dan benar.

Manajemen Hati (Qalbu)
Jika orang melibatkan perangkat kejiwaan itu secara proporsional; masalah disikapi secara rasional. Ia juga bias menenggang perasaan, selalu bertanya kepada nurani, menunaikan syahwat sekadar yang dibutuhkan dan menekan dorongan hawa nafsu. Orang seperti itu biasanya bias hidup tenang dan harmonis dengan lingkungan serta akrab dengan diri sendiri, karena ia memilih jalan yang seimbang (the Balance Ways). Selanjutnya implikasi dari ketidakseimbangan pilihan jalan adalah sebagai berikut;
1. Jika orang lebih dipengaruhi oleh akalnya, maka hidupnya rasional tetapi sering kering. Ia bisa kebingungan jika berhadapan dengan realita yang tidak rasional.
2. Jika seseorang lebih dikendalikan oleh hatinya maka ia cenderung perasa, tetapi dinamis bergantung kepada moodnya.
3. Jika orang menaati kata hati nuraninya, pilihan dan langkahnya dijamin tepat.
4. Jika orang memanjakan syahwatnya maka ia bisa terjerumus pada pola hidup mewah dan selera yang hedonistik
5. Jika orang selalu menuruti hawa nafsunya maka ia pasti sesat dan hidupnya destruktif, terhadap dirinya maupun orang lain.

Mengelola Kecerdasan
Lazimnya,orang cerdas jalan pilihannya tepat dan hidupnya sukses, cita-citanya tercapai. Kenyataan menunjukkan fakta yang berbeda. Syair dalam kitab kuning berbunyi; kam 'alimin 'alimin dliqat masalikuhukam jahilin jahilin wallohh marzuqa, artinya; betapa banyak orang pandai yang sempit jalan rezekinya, dan betapa banyak orang bodoh yang demi Allah banyak rezekinya.
1. Kecerdasan membuat orang segera mengetahui "kebenaran” dari obyek yang sedang dihadapi, yang oleh karena itu ia dapat cepat memutuskan untuk mengambil langkah yang tepat. Ada beberapa jenis kebenaran, masing-masing ada logikanya; kebenaran matematis, kebenaran logis, kebenaran filosofis, kebenaran sosial dan kebenaran sufistik.
2. Oleh karena itu kecerdasan orang juga tidak sama, ada yang cerdas menyangkut angka, cerdas menyangkut waktu, cerdas menyangkut ruang. Orang yang sopan dalam pergaulan masuk kategori orang yang memiliki kecerdasan menyangkut ruang dan waktu. Koruptor adalah orang yang cerdas dalam hal angka tetapi tidak cerdas dalam hal ruang dan waktu

Kecerdasan IESQ
Dulu orang hanya mengenal kecerdasan intelektual, tetapi sekarang sudah diperkenalkan dua kecerdasan lainnya yaitu kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Dalam psikologi, kecerdasan dibahas lebih rinci lagi sehingga ada kecerdasan menyangkut angka, music, ruang, waktu, dan sebagainya
1. Kecerdasan lntelektual dapat dilihat dari kemampuan seseorang memandang masalah secara ilmiah, menerangkan masalah secara logis dan menyusun rumusan problem solving berdasarkan teori. Hanya saja orang yang hanya cerdas secara intelektual terkadang tersesat kepada logika yang tidak relevan dengan problem solving itu sendiri. Ia puas dengan analisanya yang masuk akal dan bangga dengan kesetiaannya kepada kaidah keilmuan. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang IQ-nya sangat tinggi jarang sukses memimpin sebuah institusi, sebaliknya kebanyakan mereka bekerja pada institusi yang dipimpin oleh orang yang justru IQ-nya sedang-sedang saja.
2. Kecerdasan Emosional ditandai dengan kemampuan seseorang mengendalikan diri yang kuat. Dengan pengendalian risi yang kuat, ia bias dengan tenang melihat permasalahan dan dengan tenang memperhitungkan dampak dari suatu keputusan atau suatu tindakan. Perhatian orang yang cerdas secara emosi bukan pada kaidah ilmu atau kaidah logika tetapi pada bagaimana problem solving dapat dijalankan, oleh karena itu ia bukan hanya berpikir logis tetapi juga berpikit arif dan bijak. Ia bukan hanya mengenal siiapa dirinya, tetapi ia juga bekerja keras mengenali orang lain yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Baginya bukan kemenangan yang menjadi target, tetapi keberhasilan. Banyak orang yang menang tapi gagal di belakang, sebaliknya orang yang cerdas secara emosiot ak mengapa mengalah di depan demi untuk kemenangan yang sesungguhnya di belakang.
3. Kecerdasan Spiritual (SQ) ditandai dengan kemampuan memandang masalah secara batin sebagai lawan dari pandanqan mata kepala. Jika pandangan mata kepala terhalang sekat ruang dan wartu. Orang yang memiliki kecerdasan spitual bukan saja bisa melihat hal-hal di balik ruang tetapi juga bisa berkomunikasi dengan siapa saja di masa lalu dan yang akan akan bermain di masa depan. Jika ciri utama orang yang memiliki kecerdasan emosional itu mampu berinteraksi, secara harmonis dengan keadaan atau problem hari ini, maka ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual adalah memiliki visi jauh ke depan, melampaui zamannya. Jika ramalan masa depan dari dukun biasanya tanpa analisa kecuali analisa mistis maka ramalan masa depan (visi) orang yang memiliki kecerdasan spiritual bisa dipaparkan secara terbuka dan ilmiah.

Sumber : M.K. Sutrisna Suryadilaga : The Balance Ways, Penerbit Hikmah (PT Mizan Publika), Jakarta 2007.



Comments

Popular posts from this blog

Tujuh Amal Sang Hamba

Free Download MP3 - Murotal Sh. Sa'd Al Ghamidi

Pelajaran Di Balik Saat Kejadian Gempa Padang